Sabtu, 31 Oktober 2009

जिग्सव २ केलोम्पोक 3


ASKEP GANGGUAN KOGNITIF

 A.    Definisi

Kognitif adalah : Kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan ( Stuart and Sundeen, 1987. Hal.612).

Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak .

 

B.     II. Fungsi Otak :

1. Lobus Frontalis

Pada bagian lobus ini berfungsi untuk :

- Prose belajar

- Abstraksi

- Alasan

2. Lobus Temporal

Secara umum berfungsi untuk :

- Diskriminasi bunyi

- Prilaku verbal

- Bicara

3. Lobus Parietal

Berfungsi untuk :

- Diskriminasi waktu

- Fungsi somatik

- Fungsi motorik

4. Lobus Oksipitalis

Berfungsi untuk :

- Diskriminasi visual

- Diskriminasi beberapa asfek memori

5. Sisitim Limbik

Hal ini akan berpengaruh pada fungsi :

- Perhatian

- Flight of idea

- Memori

- Daya ingat

Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu yaitu :

1. Gangguan pada lobus frontalis , akan ditemukan gejala-gejala sbb :

- Kemampuan memecahkan masalah berkurang

- Hilang rasa sosial dan mora

- Impilsif

- Regresi

2. Gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala sbb :

- Amnesia

- Demensia

3. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala gejala yang hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi

4. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi all :

- Gangguan daya ingat

- Memori

- Disorientasi

- Dll

 

C.     Pengkajian

1. Faktor Predisposisi

Penyebab :

- Gangguan fungsi susunan saraf pusat

- Gangguan pengiriman nutrisi

- Ganggua peredaran darah

a. Penuaan

         Kumulatif degeneratif jaringan otak

         Racun dalam jaringan otak

·         Kimia toksik/logam berat

·         Respon kognitif maladaptif

b. Neurobiologi

• Penyakit Alzheimer’s

• Gangguan metabolik :

- Penyakit lever kronik,

- GGK

- Devisit vitamin

- Malnutrisi

• Anorexia nervosa

• Bulimia nervosa

c. Genetik :

Penyakit otak degeneratif herediter ( Huntington’s Chorea)

 

2. Stressor Presipitasi

a. Hipoksia :

- Anemia hipoksik

- Histotoksik hipoksia

- Hipoksemia hipopoksik

- Iskemia hipoksik

- Suplai darah ke otak menurun/berkurang

b. Gangguan metabolisme

Malfungsi endokrin : Underproduct / Overproduct Hormon

- Hipotiroidisme

- Hipertiroidisme

- Hipoglikemia

- Hipopituitarisme

c. Racun, Infeksi

- Gagal ginjal

- Syphilis

- Aids Dement Comp

d. Perubahan Struktur

- Tumor

- Trauma

e. Stimulasi Sensori

- Stimulasi sensori berkurang

- Stimulasi berlebih

  Lingkungan yang stimulusai berkurang / atau lebih

3. Perilaku

a. Delirum adalah : Suatu keadaan proses pikir yang terganggu, ditandai dengan: Gangguan perhatian, memori, pikiran dan orientasi

     Sebab :

·          Racun

·         Obat/ alcohol

·         Infeksi

·         Trauma

Diagnosa Keperawatan : Cemas

Intervensi :

·         Pencahayaan yang teratur/ tetap

·         Orientasi setiap saat, termasuk nama, tujuan setiap orang yang masuk kamar klien.

·         Hindari penanganan yang kasar pada waktu malakukan prosedur

·         Kurangi pemaksaan makan

·         Dorong ekspresi verbal dan non verbal

·         Beri aktivitas untuk mengisi waktu

 

b. Demensia : Suatu keadaan respon kognitif maladaptif yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual/ kerusakan memori, penilaian, berpikir abstrak.

     Sebab : Trauma, infeksi kronis dan gangguan peredaran darah.

     Mekanisme koping : yang biasa dilakukan klien adalah mengingkari, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi.

     Diagnosa Keperawatan : Gangguan eliminasi inkontinensia.

     Intervensi : Pertahankan nutrisi yang adekuat.

c. Sindrom Amnestik : pasien mempunyai deficit memori yang berat yang biasanya muncul tiba-tiba setelah cedera system saraf pusat dan dapat menjadi kronis.

     Sifat Defisit :

a.       Retrograd

Memori lama : Tanyakan tentang masa kanak-kanak, masa sekolah dll.

b.      Anterograd

Memori baru : Mintalah pasien untuk mengingat beberapa hal yang terjadi dalam 5-10 menit terakhir.

            Penyebab :

            Trauma SSP, hipoksia, ensefalitis, herpes simplek, dan beberapa penyalahgunaan zat (alcohol, hipnotik adaptik).

Penatalaksanaan :

Dengan mengoreksi setiap organic atau medis dan menunggu.

    

4. Mekanisme koping :

- Dipengaruhi pengalaman masa lalu

- Regresi

- Rasionalisasi

- Denial

- Intelektualisasi

 

5.Sumber Koping :

- Pasien

- Keluarga

- Teman

 DAFTAR PUSTAKA

 

Fortinash, C.M, dan Holloday, P.A. (1991). Psychiatric nursing care plan. St.Louis : Mosby year book

Keltner, N.L, Schueke, L.H dan Bostrom, CE (1991). Psychiatric nursing :a psycho terapeutic management approach. St. Louis : Mosby year book

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYIMPANGAN SEKSUAL

 

A. Pengertian

Sek merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi-determined dan multi-dimensi. Oleh karena itu seksualitas bersifat holistik yang melibatkan aspek biopsikososial kultural dan spiritual

 

B. Proses Perkembangan Kesadaran Diri terhadap Seksualitas

Tingkat kesadaran diri perawat terhadap seksualitas mempunyai dampak langsung pada kemampuannya melakukan intervensi keperawatan, menurut Stuart & Sundeen (1995), empat tahap proses kesadaran diri meliputi :

1. Tahap Ketidaksesuaian Kognitif.dapat diatasi dengan :

·        Menghindari tangguang jawab profesional dan tetap berpegang pada keyakinan pribadi

·        Memeriksa fakta bahwa seksualitas merupakan bagian integral dari keadaan manusia

 

2. Tahap Ansietas

·        Perawat mengalami ansietas, rasa takut dan syok

·        Perawat menyadari bahwa semua orang mengalami ketidakpastian, merasa tidak aman, bertanya-tanya dan bermasalah yang berkaitan dengan seksualitas

 

3. Tahap Marah

·        Kemarahan umumnya ditujukan pada diri sendiri, klien dan masyarakat

·        Perawat mulai mengakui bahwa masalah yang berkaitan dengan seks dan seksualitas bersifat emosional

 

4. Tahap Tindakan

·        Pada tahap terakhir ini, perasaan marah mulai berkurang

·        Perawat mulai menyadari bahwa menyalahkan diri sendiri atau masyarakat karena ketidaktahuannya, tidak akan membantu klien dengan masalah seksualnya

 

Dengan memahami ke empat tahap perkembangan kesadaran perawat tentang seksualitas, akan memudahkan dan memungkinkan perawat untuk menjalankan empat tugas utamanya sebagai perawat berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Johnson, 1989 yaitu :

·        Berpengetahuan tentang seksualitas dan norma masyarakat

·        Menggunakan pengetahuan tersebut untuk memahami perbedaan antara perilaku dan sikap orang lain dengan diri sendiri sebagai akibat dari pengaruh sosial budaya

·        Menggunakan pemahaman ini untuk membantu adaptasi klien dan keadaan sehat yang optimal

·        Menyadari dan merasa nyaman dengan seksualitas diri sendiri               

 

C. Faktor yang Mempengaruhi Seksualitas

1. Pertimbangan Perkembangan

·      Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial, emosional dan biologik kehidupan yang selanjutnya akan mempengaruhi seksualitas individu

·      Hanya aspek seksualitas yang telah dibedakan sejak fase konsepsi

 

2. Kebiasaan Hidup Sehat dan Kondisi Kesehatan

·      Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat mencapai kepuasan seksual

·      Trauma atau stress dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga mempengaruhi ekspresi seksualitasnya, termasuk penyakit

·      Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup yang positif mengkontribusi pada kehidupan seksual yang membahagiakan

 

3. Peran dan Hubungan

·      Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat mempengaruhi kualitas hubungan seksualnya

·      Cinta dan rasa percaya merupakan kunci uatama yang memfasilitasi rasa nyaman seseorang terhadap seksualitas dan hubungan seksualnya dengan seseorang yang dicintai dan dipercayainya

·      Pengalaman dalam berhubungan seksual seringkali ditentukan oleg dengan siapa individu tersebut berhubungan seksual

 

4. Konsep Diri

Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak langsung terhadap seksualitas

 

5. Budaya, Nilai dan Keyakinan

·      Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas dapat mempengaruhi individu

·      Tiap budaya mempunyai norma-norma tertentu tentang identitas dan perilaku seksual

·      Budaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara stimulasi seksual dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual

 

6. Agama

·      Pandangan agama tertenmtu yang diajarkan, ternyata berpengaruh terhadap ekspresi seksualitas seseorang

·      Berbagai bentuk ekspresi seksual yang diluar kebiasaan, dianggap tidak wajar

·      Konsep tentang keperawanan dapat diartikan sebagai kesucian dan kegiatan seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu

 

7. Etik

·      Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) tergantung pada terbebasnya individu dari rasa berssalah dan ansietas

·      Apa yang diyakini salah oleh seseorang, bisa saja wajar bagi orang lain

 

D. Penyimpangan Perilaku Seksual

1.      Transeksualisme : Rasa tidak nyaman yang menetap dan adanya ketidakwajaran seks dengan preokupasi yang menetap (sedikitnya untuk 2 tahun) dengan menyisihkan karakteristik seks primer dan sekunder dan memperoleh karakteristik lawan jenis

2.      Gangguan identitas jender pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa : Tekanan yang kuat dan menetap mengenai status sebagai laki-laki atau perempuan dengan keinginan yang kuat untuk berjenis kelamin lawan seks dan penanggalan struktur anatomis individu

3.      Pedofilia : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan seorang anak atau lebih yang berusia 13 tahun kebawah

4.      Eksibisionisme : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain dengan memamerkan genitalnya kepada orang asing/orang yang belum dikenal

5.      Sadisme Seksual : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang menimbulkan kesakitan yang nyata atau stimulasi psikologis dan penderitaan fisik

6.      Masokisme Seksual : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan ,fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan penghinaan, pemukulan, pengikatan atau hal-hal lain yang sengaja dilakukan untuk menderita

7.      Voyeurisme : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsunag selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan pengamatan terhadap orang-orang yang telanjang, sedang menanggalkan pakaian atau sedang melakukan kegiatan seksual tanpa diketahui mereka

8.      Fetisisme : terjadi hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantsi atau rangsangan lain dengan menggunakan objek mati

9.      Fetisisme Transvestik : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selam 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain dengan menggunakan pakaian orang lain

10.  Frotterurisme : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berakhir 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain meraba tanpa persetujuam pihak lain

11.  Gangguan keinginan Seksual Hipoaktif : Defisit yang menetap/berulang atau tidak terdapatnya fantasi seksual dan keinginan untuk melakukan kegiatan seksual

12.  Gangguan Keengganan Seksual : Keengganan yang berlebihan dan menetap dan menghindari semua atau hampir semua kontak dengan pasangan seksual

13.  Gangguan Rangsangan Seksual : Kegagalan yang menetap dan sebagian untuk mencapai atau mempertahankan respons fisiologis dari kegiatan seksual atau hilangnya kepuasan seksual selama kegiatan seksual dilakuak

14.  Hambatan Orgasme : Keterlambatan yang menetap atau tidak adanya orgasme yang menyertai pada saat fase puncak hubungan seksual, walaupun menurut tenaga profesional terhadap intensitas, lama dan fokus yang sesuai dengan usia individu

 

F. Proses Keperawatan

1. Pengkajian

Berikut ini pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan aspek psikoseksual :

a. menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang menyadari bahwa klien sedang mempunyai pertanyaan atau masalah seksual

b. Mempertahankan kontak mata dan duduk dekat klien

c. Memberikan waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual, jangan terburu-buru

d. Menggunakan pertanyaan yang terbuka, umum dan luas untuk mendapatkan informasi mengenai penngetahuan, persepsi dan dampak penyakit berkaitan dengan seksualitas

e. Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas, biarkan terbuka untuk dibicarakan pada waktu yang akan datang

f. Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari-hari dan fungsi sebelum sakit dapat dipakai untuk mulai membahas masalah seksual

g. Amati klien selama interaksi, dapat memberikan informasi tentang masalah ap yang dibahs, bigitu pula masalah apa yang dihindari klien

h. Minta klien untuk mengklarifikasi komunikasi verbal dan nonverbal yang belum jelas

i. Berinisiatif untuk membahas masalah seksual berarti menghargai kjlien sebagai makhluk seksual, memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang masalah seksual.

 

Perlu dikaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk mengekspresikan masalah seksualnya, antara lain :

a. Fantasi, mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan sekasual

b. Denial, mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik atau ketidakpuasan seksual

c. Rasionalisasi, mungkin digunakan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan tentang motif, perilaku, perasaan dan dorongan seksual

d. Menarik Diri, mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah, perasaan ambivalensi terhadap hubungan intim yang belum terselesaikan secara tuntas

 

2. Diagnosa Keperawatan

1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh, penganiayaan fisik (seksual), depresi

Batasan Karakteristik :

·      Tidak adanya hasrat untuk aktivitas seksual

·      Perasaan jijik, ansietas, panik sebagai respons terhadap kontak genital

·      Tidak adanya pelumasan atau sensasi subjektif dari rangsangan seksual selama aktivitas seksual

·      Kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis selama aktivitas seksual

·      Ketidakmampuan untuk mencapai orgasme atau ejakulasi

·      Ejakulasi prematur

·      Nyeri genital selama koitus

·      Kontriksi vagina yang mencegah penetrasi penis

 

Tujuan Jangka Pendek

·      Pasien akan mengidentifikasi stresor yang berperan dalam penurunan fungsi seksual dalam 1 minggu

·      Pasien akan mendiskusikan patofisiologi proses penyakitnya yang menimbulkan disfungsi seksual dalam 1 minggu

·      Untuk pasien dengan disfungsi permanen karenan proses penyakit : pasien akan mengatakan keinginan untuk mencari bantuan profesional dari seorang terapis seks supaya belajar alternatif cara untuk mencapai kepuasan seksual dengan pasangannya dalam dimensi waktu ditetapkan sesuai individu

 

Tujuan Jangka Panjang

Pasien akan mendapatkan kembali aktivitas seksual pada tingkat yang memuaskan untuk dirinya dan pasangannya (dimensi waktu ditentukan oleh situasi individu)

 

Intervensi :

1. Kaji riwayat seksual dan tingkat kepuasan sebelumnya dalam hubunngan seksual

2. Kaji persepsi pasien terhadap masalah

3. Bantu pasien menetapkan dimensi waktru yang berhubungan dengan awitan masalah dan diskusikan apa yang terjadi dalam situasi kehidupannya pada waktu itu

4. Kaji alam perasaan dan tingkat energi pasien

5. Tinjau aturan pengobatan, observasi efek samping

6. Anjurkan pasien untuk mendiskusikan proses penyakit yang mungkin menambah disfungsi seksual

7. Dorong pasien untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan seksual dan fungsi yang mungkin menyusahkan dirinya

 

2. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan pilihan sksual yang berbeda, penyesuaian diri terhadap seksual terlambat

Batasan Karakteristik :

·        Laporan adanya kesukaran, pembatasan atau perubahan dalam perilaku atau aktivitas seksual

·        Laporan bahwa getaran seksual hanya dapat dicapai melalui praktik yang berbeda

·        Hasrat untuk mengalami hubungan seksual yang memuaskan dengan individu lain tanpa butuh getaran melalui praktik yang berbeda

 

Tujuan Jangka Pendek :

1. pasien akan mengatakan aspek-aspek seksualitas yang ingin diubah

2. pasien dan pasangannya akan saling berkomunikasi tentang cara-cara dimana masing-masing meyakini hubungan seksual mereka dapat diperbaiki

 

Tujuan Jangka Panjang ;

1. Pasien akan memperlihatkan kepuasan dengan pola seksualitasnya sendiri

2. Pasien dan pasangannya akan memperlihatkan kepuasan dengan hubungan seksualnya

 

Intervensi :

1. Ambil riwayat seksual, perhatikan ekspresi area ketidakpuasan pasien terhadap pola seksual

2. Kaji area-area stress dalam kehidupan pasien dan periksa hubungan dengan pasangan seksualnya

3. Catat faktor-faktor budaya, sosial, etnik dan religius yang mungkin menambah konflik yang berkenaan dengan praktik seksual yang berbeda

4. Terima dan jangan menghakimi

5. Bantu terapis dengan perencanaan modifikasi perilaku untuk membantu pasien yang berhasrat untuk menurunkan perilaku-perilaku seksual yang berbeda

6. Jika perubahan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit atau pengobatan medis, berikan informasi untuk pasien dan pasangannya berkenaan dengan hubungan antara penyakit dan perubahan seksual

 

G. Hasil Pasien Yang Diharapkan/Kriteria Pulang

1. Pasien mampu menghubungkan faktor-faktor fisik atau psikososial yang mengganggu fungsi seksual

2. Pasien mampu berkomunikasi dengan pasangannya tentang hubungan seksual mereka tanpa merasa tidak nyaman

3. Pasien dan pasangannya mengatakan keinginan dan hasrat untuk mencari bantuan dari terapi seks yang profesional

4. Pasien mengatakan kembali bahwa aktivitas seksualnya ada pada tahap yang memuaskan dirinya dan pasangannya

5. Pasien dan pasangannya mengatakan modifilkasi dalam aktivitas seksual dalam berespon pada keterbatasan karena penyakit atau tindakan medis

GANGGUAN KEPRIBADIAN

 

1. PARANOID

a. Menduga tanpa dasar yang cukup, bahwa orang lain memanfaatkan, membahayakan, atau mengkhianati dirinya.

b. Preokupasi dengan keraguan yang tidak pada tempatnya tentang loyalitas atau kejujuran orang lain

c. Enggan untuk menceritakan rahasia orang lain karena takut digunakan secara jahat untuk melawan dirinya

d. Membaca arti merendahkan atau mengancam yang tersembunyi dari ucapan atau kejadian yang biasa.

e. Pendendam. Tidak bisa memaafkan kerugian, cedera, kelalaian

f. Merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak tampak bagi orang lain. Reaktif.

g. Kecurigaan berulang

 

2. SKIZOID

a. Tidak memiliki minat ataupun menikmati hubungan dekat, termasuk menjadi bagian dari keluarga

b. Beraktivitas selalu seorang diri

c. Memiliki minat sedikit –jika ada- atau pengalaman seksual dengan orang lain

d. Merasakan kesenangan dalam sedikit, jika ada aktivitas

e. Tidak memiliki teman dekat atau orang yang dipercaya setelah keluarga derajat pertama

f. Tidak acuh terhadap pujian dan kritik

g. Dingin secara emosi.

 

3. SKIZOTIPAL

a. Adanya gagasan yang menyangkut diri sendiri

b. Keyakinan aneh atau magis yang mempengaruhi perilaku. Tidak konsisten terhadap normal kultural (percaya dapat melihat apa yang akan terjadi, percaya dirinya memiliki indera keenam atau khayalan yang kacau).

c. Pengalaman persepsi tidak lazim, misalnya ilusi atas tubuh

d. Pikiran dan bicara yang aneh (samar2, metaforik, berbelit- belit, stereotipik)

e. Kecurigaan berlebihan

f. Perilaku atau penampilan yang aneh, janggal, eksentrik

g. Tidak memiliki teman akrab atau orang yang dipercaya selain keluarga derajat pertama

h. Kecemasan sosial berlebihan

 

4. ANTISOSIAL

a. Gagal mematuhi norma2 sosial/ hukum sosial

b. Ketidakjujuran berulang yang ditujukan dengan menggunakan nama samaran, menipu orang lain untuk memperoleh keuntungan atau kesenengan pribadi.

c. Impulsivitas atai tidak mampu merencanakan masa depan

d. Iritabilitas atau agresivitas yang ditunjukkan misalnya dengan perkelahian fisik

e. Sembrono terhadap keselamatan diri dan orang lain

f. Tidak bertanggungjawab seperti kegagalan berulang-kali mempertahankan perilaku kerja atau menghormati kewajiban finansial

e. Tidak adanya penyesalan yang ditunjukkan dengan sikap acuh tak acuh atau mencari-cari alasan telah disakiti, dianiaya, dicuri, oleh orang lain.

 

5. KEPRIBADIAN AMBANG

a. Usaha matia2an untuk menghindari ketinggalan yang nyata atau khayalan.

b. Pola hubungan interpersonal tidak stabil dan kuat yang ditandai perubahan antara berbagai ekstrim2 idealiasi dan devaluasi

c. Gangguan identitas : citra atau perasaan diri sendiri yang tidak stabil secara jelas dan persisten

d. Impulsivitas pada minimal 2 bidang yang potensial membehayakan diri sendiri. Misal berbelanja, seks, penyalahgunaan zat, ngebut

e. Perilaku atau isyarat bunuh diri atau mutilasi diri

f. Perasaan kosong yang kronis

g. Kemarahan yang kuat dan tidak pada tempatnya atau Kesulitan mengendalikan amarah

h. Paranoid

 

6. HISTRIONIK

a. Tidak merasa nyaman dimana dirinya tidak menjadi pusat perhatian

b. Godaan seksual yang tidak pada tempatnya atau perilaku provokotaif pada setiap interaksi dengan orang lain.

c. Pergeseran emosi yang cepat dan ekspresi emosi yang dangkal

d. Menggunakan daya tarik fisik untuk menarik perhatian

e. Memiliki gaya bicara impresionistik dan tidak memiliki perincian

f. Dramatisasi diri, tetrikal, ekpresi emosi berlebihan

g. Mudah disugesti atau mudah dipengaruhi orang lain dan situasi\

h. Menganggap hubungan menjadi lebih intim daripada yang sebenarnya.

 

7. NARSISTIK

a. Kepentingan diri yang besar. Misal pencapaian bakat yang dilebih- Lebihkan, berharap terkenal tanpa usaha.

b. Khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecerdasan, kecantikan. atau cinta ideal yang terbatas

c. Yakin bahwa dirinya khusus, unik dan dapat dimengerti hanya oleh atau harus dengan orang/ institusi yang khusus atau memiliki status tinggi.

d. Kebanggan berlebihan

e. Merasa hebat, besar, dan harapan akan perlakuan dan kepatuhan khusus

f. Eksploitatif secara interpersonal, yaitu mengambil keuntungan dari orang lain demi kepentingan diri sendiri.

g. Tidak memiliki empati : tidak mau mengerti kebutuhan atau perasaan orang lain.

h. Sering merasa iri pada orang lain atau merasa orang lain iri padanya

i. Perilaku congkak/ sombong

 

8. GANGGUAN KEPRIBADIAN MENGHINDAR

a. Menghindari aktivitas pekerjaan yang memerlukan kontak interpersonal yang bermakna karena takut akan kritik, cemoohan, celaan,penolakan.

b. Tidak mau terlibat dengan orang lain kecuali yakin akan disenangi

c. Menunjukkan keterbatasan dalam hubungan intim karena takut dipermalukan atau ditertawai.

d. Merasa selalu dikritik dan ditolak dalam situasi sosial

e. Hambatan dalam situasi interpersonal karena merasa diri tidak memadai.

f. Memandang diri sendiri janggal secara sosial, tidak menarik secara pribadi atau lebih rendah dari orang lain. g. Enggan mengambil resiko pribadi atau melakukan aktivitas baru karena dapat membuktikan penghinaan.

 

9. GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPENDEN

a. Sulit mengambil keputusan tanpa nasehat dan penentraman dari orang lain.

b.Membutuhkan orang lain untuk menerima tanggungjawab dalam sebagian besar aspek utama kehidupannya. c. Sulit mengekspresikan ketidaksetujuan.

d .Sulit memulai proyek atau melakukan pekerjaan oleh diri sendiri

e. Berusaha berlebihan untuk mendapatkan asuhan dan dukungan dari orang lain, sampai di titik secara sukarela melakukan hal yang tidak menyenangkan.

f. Merasa tidak berdaya atau tidak nyaman jika sendirian

g. Segera mencari hubungan dengan orang lain sebagai sumber pengasuhan dan dukungan jika hubungan dekatnya berakhir.

h. memiliki rasa takut tidak realitis untuk ditinggal untuk merawat dirinya sendiri.

 

10. OBSESIF-COMPULSIF

a. Obsesi terhadap waktu, perincian, daftar, urutan, hingga aktivitas utama hilang.

b. Perfeksionisme yang menganggu penyelesaian tugas

c. Secara berlebihan setia pada pekerjaan/ produktivitas sehingga mengabaikan waktu luang dan persahabatan

d. Terlalu hati2, teliti, tidak fleksibel terhadap masalah moralitas, etika, atau nilai2 (catatan : tidak disebabkan oleh identitas kultural atau agama)

e. Tidak mampu membuang benda2 usang dan tidak berguna, meski tak memiliki nilai sentimental

f. Enggan untuk mendelegasikan tugas atau bekerja pada orang lain kecuali mereka tunduk sesuai standarnya.

g. Kikir terhadap diri sendiri maupun orang lain. Uang dianggap harus ditimbun untuk menghadapi bencana masa de4pan

h. kaku dan keras kepala.

 

11. GANGGUAN KEPRIBADIAN PASIF-AGRESIF

a. Secara pasif menolak memenuhi tugas sosial dan pekerjaan rutin

b. Mengeluh tidak dimengerti atau tidak dihargai orang lain

c. Cemberut dan argumentatif

d. Tanpa alasan mengkritik atau mencemooh atasan

e. Cemburu dan benci terhadap orang yang lebih beruntung

f. Suara diperkeras dan keluhan terus-menerus akan ketidakberuntungan dirinya

g. Berganti-ganti antara tantangan permusuhan dan perasaan berdosa.

ASUHAN KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

 

 

A.   Pengertian

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).

Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).

Jenis–Jenis Perawatan Diri

  1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan

Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.

  1. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.

Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.

  1. Kurang perawatan diri : Makan

Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.

  1. Kurang perawatan diri : Toileting

Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ).

B.   Etiologi

Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :

  1. Kelelahan fisik
  2. Penurunan kesadaran

Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :

1.      Faktor prediposisi

a.   Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

b.  Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

c.   Kemampuan realitas turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

d.  Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

2.      Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

  1. Body Image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

  1. Praktik Sosial

Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

  1. Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

  1. Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

  1. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.

  1. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.

  1. Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.

  1. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.

  1. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

C.  Tanda dan Gejala

Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:

1.      Fisik

a.    Badan bau, pakaian kotor.

b.    Rambut dan kulit kotor.

c.    Kuku panjang dan kotor

d.    Gigi kotor disertai mulut bau

e.    penampilan tidak rapi

 

2.      Psikologis

a.    Malas, tidak ada inisiatif.

b.    Menarik diri, isolasi diri.

c.    Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

 

3.      Sosial

a.    Interaksi kurang.

b.    Kegiatan kurang .

c.    Tidak mampu berperilaku sesuai norma.

d.    Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :

1.      Data subyektif

a.         Pasien merasa lemah

b.         Malas untuk beraktivitas

c.         Merasa tidak berdaya.

 

2.      Data obyektif

a.       Rambut kotor, acak – acakan

b.      Badan dan pakaian kotor dan bau

c.       Mulut dan gigi bau.

d.      Kulit kusam dan kotor

e.       Kuku panjang dan tidak terawat

 

D.   Mekanisme Koping

1.      Regresi

2.      Penyangkalan

3.      Intelektualisasi

 

E.    Rentang Respon Kognitif

Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah :

  1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri

a.       Bina hubungan saling percaya.

b.      Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.

c.       Kuatkan kemampuan klien merawat diri.

  1. Membimbing dan menolong klien merawat diri.

a.       Bantu klien merawat diri

b.      Ajarkan ketrampilan secara bertahap

c.       Buatkan jadwal kegiatan setiap hari

  1. Ciptakan lingkungan yang mendukung

a.       Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.

b.      Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.

c.       Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.

 

 

 

 

F.    Pohon Masalah

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

 

Isolasi sosial

 

Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias.

 

G.      Diagnosa Keperawatan

Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri yaitu:

1.         Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

2.         Defisit perawatan diri.

3.         Isolasi Sosial.

 

H.      Fokus Intervensi

1.         Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.

a.       Tujuan Umum

Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri.

b.      Tujuan Khusus

1)   TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

a)      Kriteria evaluasi :

Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat:

·        Wajah cerah, tersenyum

·        Mau berkenalan

·        Ada kontak mata

·        Menerima kehadiran perawat

·        Bersedia menceritakan perasaannya

 

b)      Intervensi

·        Berikan salam setiap berinteraksi.

·        Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.

·        Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.

·        Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.

·        Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.

·        Buat kontrak interaksi yang jelas.

·        Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.

·        Penuhi kebutuhan dasar klien.

 

2)   TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.

a)      Kriteria evaluasi

Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.

b)      Intervensi

Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.

·      Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.

·      klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.

·      Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.

·      Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.

·      Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.

·      Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.

 

3)   TUK III : klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.

a)      Kriteria evaluasi

Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan penampilan.

b)      Intervensi

·      Motivasi klien untuk mandi.

·      Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.

·      Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.

·      Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.

·      Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.

·      Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.

 

4)   TUK IV : klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.

a)      Kriteria evaluasi

Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.

b)      Intervensi

Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.

5)   TUK V : klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.

a)      Kriteria evaluasi

Klien selalu tampak bersih dan rapi.

b)      Intervensi

Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

6)   TUK VI : klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.

a)      Kriteria evaluasi

Keluarga selalu mengingatkan hal–hal yang berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri.

b)      Intervensi

·      Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.

·      Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.

·      Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.

·      Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien.

·      Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.

·      Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.

·      Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.

Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.

Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC

ASUHAN KEPERAWATAN PROSES PIKIR ( WAHAM )

 

 

A.     Pengertian Waham

Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,1999).

Tanda dan Gejala :

·    Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan

·    Klien tampak tidak mempunyai orang lain

·    Curiga

·    Bermusuhan

·    Merusak (diri, orang lain, lingkungan)

·    Takut, sangat waspada

·    Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas

·    Ekspresi wajah tegang

·    Mudah tersinggung

(Azis R dkk, 2003)

B.     Penyebab dari Waham

Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.

Tanda dan Gejala :

·       Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)

·       Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)

·       Gangguan hubungan sosial (menarik diri)

·       Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)

·       Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

( Budi Anna Keliat, 1999)

 

C.     Akibat dari Waham

Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Tanda dan Gejala :

·       Memperlihatkan permusuhan

·       Mendekati orang lain dengan ancaman

·       Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai

·       Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan

·       Mempunyai rencana untuk melukai

 

D.     Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

1) Masalah keperawatan:

  1. Perubahan proses pikir : waham

§ Data subjektif :

Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.

§ Data objektif :

Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.

 

E.      Diagnosa Keperawatan

  1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
  2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.

F.      Rencana Keperawatan

Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan waham.

Tujuan umum :

Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.

Tujuan khusus

1.    Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

Rasional :

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksinya

Tindakan:

    1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
    2. Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
    3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
    4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.

 

2.    Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.

Rasional :

dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya memikirkannya

Tindakan:

1.      Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.

2.      Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.

3.      Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).

4.      Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.

 

3.    Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi

Rasional :

Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan klien tersebut sehingga klien merasa nyaman dan aman

Tindakan:

1.      Observasi kebutuhan klien sehari-hari.

2.      Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).

3.      Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.

4.      Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).

5.      Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.

 

4.    Klien dapat berhubungan dengan realitas.

Rasional :

menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada

Tindakan:

1.      Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).

2.      Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.

3.      Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.

5.    Klien dapat menggunakan obat dengan benar

Rasional :

Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan efek dan efek samping obat

Tindakan:

1.      Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat.

2.      Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).

3.      Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

4.      Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

6.      Klien dapat dukungan dari keluarga.

Rasional :

dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan mambentu proses penyembuhan klien

Tindakan:

1.      Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.

2.      Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga

 

Diagnosa 2: Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah

    1. Tujuan umum :

Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham dan klien akan meningkat harga dirinya.

    1. Tujuan khusus :

1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan :

    1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
    2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
    3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
    4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri

 

2.      Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

Tindakan :

    1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
    2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis
    3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

 

3.      Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Tindakan :

    1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
    2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah

4.      Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

Tindakan :

1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan

2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

 

5.      Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan

Tindakan :

1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan

2. Beri pujian atas keberhasilan klien

3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

 

5.      Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada

Tindakan :

1.    Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.

2.    Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.

3.    Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

4.    Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

 

G.    Evaluasi

1.      Klien percaya dengan perawat, terbuka untuk ekspresi waham

2.      Klien menyadari kaitan kebutuhan yg tdk terpenuhi dg keyakinannya (waham) saat ini

3.      Klien dapat melakukan upaya untuk mengontrol waham

4.      Keluarga mendukung dan bersikap terapeutik terhadap klien

5.      Klien menggunakan obat sesuai program

 

 DAFTAR PUSTAKA

 

Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 thed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000